Breaking News
- PSS Sleman Diterjang Hujan, Cleberson Absen Berat dampak Cedera Parah
- Peluang SF Hariyanto Menguat di Golkar dan Gerindra Setelah Tidak Terdaftar di Bursa DPD PDI Perjuan
- KPU Riau Intensifkan Pengawasan: Kawal Tujuh KPU Daerah di MK
- Effendi Simbolon Usulkan Megawati Mundur dari Posisi Ketua Umum PDIP, Ini Pendapat Andreas Hugo Pare
- Agenda Hari Ini: Sidang PHPU untuk Kuansing dan Pekanbaru
- Prestasi Gemilang: KPU Riau Dibanjiri Penghargaan
- Semakin Kuat: Peluang SF Hariyanto Merapat ke Golkar dan Gerindra Riau Setelah DPD PDI Perjuangan
- Foto Hasto Kristiyanto Hilang dari Situs DPP PDIP Setelah Jadi Tersangka KPK
- Repol Sambut Positif Pencalonan Parisman Ikhwan untuk Ketua Golkar Riau
- Hasto Kristiyanto Angkat Suara Setelah Jadi Tersangka KPK: Isu Aspirasi Masa Jabatan 3 Periode
Pakar Hukum: Persetujuan Menkeu terhadap RKAT LPS Bukanlah Bentuk Intervensi
Ahli Hukum Administrasi Negara: Persetujuan Menkeu atas RKAT LPS Bukan Intervensi
SuaraMedan.id – Ahli Bidang Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta W. Riawan Tjandra mengatakan kewenangan Menteri Keuangan (Menkeu) dalam memberikan persetujuan atas rencana kerja dan anggaran tahunan (RKAT) untuk kegiatan operasional Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan manifestasi dari fungsi ordonansi Kementerian Keuangan yang mengelola sub bidang kebijakan fiskal secara teknis birokratik.
Menurut dia, kata ‘persetujuan” dalam Pasal 7 angka 57 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) tak harus dimaknai mengganggu independensi LPS.
“Terminologi persetujuan tersebut tidak bermakna intervensi eksternal terhadap LPS karena kata ‘menyetujui’ memiliki makna yang luas,” ujar Riawan yang hadir secara daring dalam sidang Perkara Nomor 85/PUU-XXII/2024 dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Ahli Presiden pada Rabu (4/12/2024) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia melanjutkan, jika mencermati implementasi dari frasa ‘persetujuan Menteri Keuangan’ secara empiris sesungguhnya jauh dari isu konstitusionalitas, tetapi lebih memiliki makna teknis birokratis agar pemerintah cq Menkeu dapat memastikan kecukupan anggaran bagi kegiatan operasional LPS sebagaimana diatur Pasal 86 ayat (2) huruf a, Pasal 86 ayat (6), dan Pasal 86 ayat (7) huruf a UU P2SK.
Namun, ketentuan-ketentuan tersebut tetap konsisten mengatur secara eksplisit independensi LPS karena persetujuan Menkeu hanya sebatas mengenai RKAT untuk kegiatan operasional dan Pasal 86 UU P2SK tersebut dikunci dengan norma yang tetap menunjukkan karakter independensi LPS agar ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan RKAT diatur dalam Peraturan Dewan Komisioner.
Riawan juga mengatakan upaya untuk mereduksi independensi LPS melalui norma pengaturan ‘persetujuan Menteri Keuangan’ terhadap RKAT LPS tidak pernah ada. Mekanisme persetujuan dari Menkeu hanya difokuskan pada RKAT untuk kegiatan operasional bukan terhadap kebijakan penjaminan, penjaminan polis, penempatan dana, resolusi bank, dan likuidasi perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah.
“Implementasi pada ranah empiris juga dilaksanakan secara hati-hati dengan membuat Nota Kesepahaman antara Kementerian Keuangan dengan LPS tentang Tata Cara Reviu Atas Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan untuk Kegiatan Operasional dan Anggaran Belanja Modal LPS,” tutur Riawan.
Penempatan Dana LPS Keterangan DPR RI yang disampaikan Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra Martin D Tumbelaka mengatakan dalil para Pemohon mengenai kerugian konstitusional sebagai nasabah dari bank di Indonesia apabila syarat yang lebih rendah bagi bank untuk dapat mengakses fasilitas penempatan dana dari LPS akan turut meningkatkan risiko yang harus ditanggung LPS dan berdampak pada kemampuan penjaminan LPS terhadap dana nasabah yang menjadi salah satu kewenangan LPS adalah tidak berdasar.
Melalui UU 4/2023, kewenangan LPS terkait penempatan dana pada bank menjadi bersifat permanen yang dapat dilakukan kapanpun manakala diperlukan. Kewenangan tersebut diberikan kepada LPS agar memiliki berbagai macam opsi untuk dapat menangani bank sebelum kondisi bank menjadi lebih buruk.
Martin menjelaskan penempatan dana oleh LPS tidak dapat dianggap sebagai pelaksanaan fungsi Bank Indonesia (BI) sebagai lender of resort karena tujuan dan sifatnya berbeda. LPS melakukan penempatan dana sebagai langkah untuk memperkuat permodalan dan stabilitas bank yang merupakan pelaksanaan fungsi risk minimizer dan early interve

Write a Facebook Comment
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook
View all comments